Thursday, June 1, 2017

TARIQAT DAN SPIRITUALISME ABAD MODERN


Oleh 
Adi Putra Bunda

Zaman sekarang dimana manusia hidup dengan serba canggih atau modern, ditandai dengan kemakmuran material, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi modern, serba mekanik dan otomatis. Sehingga berdampak kepada kehidupan yang semakin mudah. Tapi dibalik itu dilihat terjadinya kesenjangan dalam kehidupan antara sikaya dan simiskin, manusia semakin dilanda krisis kehampaan spiritual. Penyakit lain dari dunia modern adalah paham sekularisme, sesuatu paham yang menjauhkan benda dari makna spiritualnya. Kemudian sekularisme merambah ke pemikiran, yang pada akhirnya agama menyerah kepada kecenderungan itu. Pada akibatnya manusia sering lepas control. Semakin terlihat manusia menghahalkan segala cara untuk mendapatkan tujuan, nilai-nilai kemanusiaan semakin surut, toleransi sosial, solidaritas, serta ukhuwah islamiyah semakin memudar, manusia semakin individual. Ditengah suasana ini manusia merasakan kerinduan akan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai yang menuntun manusia kembali kepada fitrahnya. Karena itu manusia mulai tertarik nenoelajari tasawuf dan tarekat dan usaha untuk mengamalkannya.


Tarekat secara harfiyah berasal dari kata taraqa (طر ق  ) memiliki arti yang beragam terbit, datang malam hari, memukul, memanjangkan, mengukir, menyusun, mengetuk pintu, melalui satu jalan, pendapat, mulia dan mendatanginya. Bentuk jamaknya adalah tharaiqa, diantara makna tarekat mulia, ada sebuah ungkapan thariii qata al-quum : orang-orang yang baik dan pilihan, artinya orang-orang yang dijadikan sebagai ikutan dan diikuti langkah-langkahnya oleh kaumnya. Kata “tarekat” disebut dalam al-Qur’an sebanyak sembilan kali dalam lima surat, dengan mengandung beberapa arti, yaitu dalam surah an-Nisa’ : 168
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. (#qßJn=sßur öNs9 Ç`ä3tƒ ª!$# tÏÿøóuÏ9 öNßgs9 Ÿwur öNßgtƒÏökuŽÏ9 $¸)ƒÌsÛ ÇÊÏÑÈ  
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.

surah Thoha : 63.
(#þqä9$s% ÷bÎ) Èbºx»yd ÈbºtÅs»|¡s9 Èb#yƒÌãƒ br& Oä.%y`̍øƒä ô`ÏiB Nä3ÅÊör& $yJÏd̍ósÅ¡Î0 $t7ydõtƒur ãNä3ÏGs)ƒÌsÜÎ/ 4n?÷WßJø9$# ÇÏÌÈ  
Artinya : mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.

Arti tarekat menurut tasawuf adalah jalan tertentu yang dilalui untuk menuju Allah SWT, dengan melalui pos-pos (manazil) untuk menuju/menaiki tingkat yang lebih tinggi (maqamat)Menurut Imam al-Ghazali tarekat adalah menampakan kesungguhan (mujahadah), menghapus sifat-sifat tercela serta menjauhi segala hal yang terkait dengan sifat tercela tersebut, dan menghadapkan hati hanya kepada Allah SWT, bila ini sudah dilakukan Allah lah yang akan mengatur dan menerangi hatinya dengan cahaya ilmu, dan diliputi oleh rahmat-Nya, maka cahaya ma’rifah menyinari dan melapangkan hatinya sehingga ia bisa melihat rahasia yang terkandung di alam ini, hijab kelalaian pun hilang dari hatinya dan ia mengetahui hakikat ketuhanan yang sesungguhnyaHarun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah. Secara praktek kaum tarekat melakukan amalan secara lahiriyah dan batiniyah. Secara lahiriyah misalnya mengurangi makan dan minum, menutup mata dari pandangan yang haram, menjaga lidah dari bergunjing, telinga dari berita yang baik, dan lain-lain. Dan amalan yang batiniyah misalnya selalu berzikir, kikhlas dalam beramal (hanya karena Allah), menghadapkan hati kepada Allah dan selain itu yang berupa amalan ruhiyah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.
Tarekat bisa dipahami sebagai sebuah organisasi/metode yang tumbuh dan berkembang dikalangan kaum sufi tertentu. Pada awalnya, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa dari murid ini kelak akan jadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Maka murid yang menekuninya akan melalui tingkatan tarekat itu sendiri mulai dari pengikut biasa (mansub) selanjutnya menjadi murid pembantu Syaikh (khalifah-Nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid). Sebuah tarekat biasanya terdiri dari pensucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan dan kesadaran sosial. Yang dimaksud pensucian jiwa adalah melatih rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek yang menyebabkan dosa, dan menghiasi dengan sifat-sifat terpuji, taat menjalankan perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala dosa dan muhasabah/introspeksi, mawas diri terhadap semua amalan-amalannya. Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari syaikh tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid dan pengikut tarekat, serta ribtah (zawiyah) tempat latihan, kitab-kitab, sistem, dan metode zikir. Upacara keagamaan bisa berupa bai’at, ijazah atau khirqah, silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya.
Menurut Syamsul Bahri Khatib, tasawuf sebagai ilmu keislaman yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW, sedangkan tarekat tempat mempraktekkan ajaran-ajaran tasawuf itu. Tasawuf bersifat konsep, bersifat pribadi, dan tidak ada yang membimbingnya, sedangkan tarekat bersifat amali dari ajaran tasawuf itu atau praktek, dan bersifat kolektif, berkelompok dalam satu zawiyah (sudut, biasanya pada periode awal dilaksanakan disudut-sudut masjid, agar orang lain tidak terganggu), kelompok- kelompk kecil atau berkumpul secara periode (wirid) dalam acara tertentu seperti pertemuan-pertemuan ilmiyah maupun ruhaniyah di bawah bimbingan masyaikh atau guru-guru tarekat. Maka tarekat berfungsi dalam penampakan dari ajaran tasawwuf itu, umpamanya, dalam  tasawuf ada yang disebut maqam seperti maqam taubat, sabar, ridha, tawakkal, faqir, zuhur, makrifah, dan amal-amal sunat. Maqam-maqam dan amal-amal sunat itu diamalkan, diwiridkan dengan waktu-waktu tertentu di bawah bimbingan seorang syaikh, seperti taubat dalam tarekat bukan hanya sekedar taubah dalam teori tetapi dipraktekkan secara perorangan dan bersama-sama, bahkan sampai pada mandi taubat, seperti dalam tarekat naqsyabandiyah.
Dari semua itu maka menurut hemat penulis, tarekat adalah suatu praktek metode pengamalan dalam tasawwuf (tanpa menghabaikan tauhid dan fiqh) dengan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, menghiasinya dengan berbagai sifat baik, yaitu ibadah lahiriyah dan batiniyah serta zikir yang berkesinambungan sehingga menghadirkan makrifatullah dalam jiwa dan raga (segenap anggota tubuh). Atau bisa diringkas dengan istilah takhalli, tahalli, dan tajalli menurut Syaikh Ibn Ubad al-Nafazi pensyarah Matn al-Hikam karya Syaikh Ibn ‘Atha-illah.
Karena tarekat adalah sebuah metode praktek pengamalan, tentu saja metode itu akan bisa saja berbeda antara seorang dengan yang lain, baik karena faktor ilmu yang dimiliki, kebiasaan suatu daerah, pemahaman pribadi dan kelompok apalagi zuk/rasa yang wirid kedalam hati sanubari seseorang pasti tidak sama, berangkat dari itulah lahirnya berbagai aliran tarekat dalam dunia tasawuf.
Tarekat-tarekat yang lahir di dunia Islam, secara umum  dibagi menjadi dua, yaitu tarekat mu’tabarah dan tarekat ghairu mu’tabarah. Menurut penulis kitab “Dairah al-Ma’arif” yaitu al-Bustani menyebutkan tarekat induk itu berjumlah 23 macam dan tarekat cabang sebanyak 177 macam. Bahkan masih ada tarekat-tarekat yang tidak memiliki cabang hanya berdiri tunggal dan dinisbatkan kepada wali-wali yang memimpinnya, itu berjumlah sebanyak 47 macam.
b.      Asal Usul Tariqat
Ajaran Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang pada masa-masa awalnya dilaksanakan secara murni. Ketika Rasulullah wafat, cara beramal dan beribadah para sahabat dan tabi’in masih tetap memelihara dan membina kemurnian ajaran  Rasul, yang kemudian populer dengan sebutan amalan salaf al-shalih.
Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dan kemudian dilanjutkan mulai ada formulasi syariah. Abad kedua hijriyah mulai muncul tasawuf.  Tasawuf terus berkembang dan  meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah filsafat, baik filsafat Yunani, India , maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan  tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah. Para sufi kemudian membedakana pengertian-pengertian  syari’ah, tariqah, haqiqat, dan makrifat. Menurut mereka syariat itu untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, tariqat untuk memperbaikai amalan-amalan batin (hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Abu Bakar al-Makky punya pendapat yang intinya, bahwa jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya ketiga hal diatas  syari’at, thariqat dan haqiqat, untuk menuju ma’rifat. Ketiga hal sebagai proses menuju ma’rifat itu tidak boleh terlewatkan  salah satunya, akan tetapi harus lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar menggambarkan ketiga hal itu dengan pendapatnya yang ia tuangkan dalam sebuah sya’ir yang artinya :
“Syari’at itu seperti sebuah perahu, sedangkan thariqat adalah lautan, sementara haqiqat adalah mutiara yang terendam didasar laut”.
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagi kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Dari segi historis, bukan suatu kebetulan, bila tarekat berkembang pesat di dunia islam pada masa setelah al-Ghazali, meskipun figur ini tidak bisa dianggap sebagai tokoh tarekat. Dalam sejarah sufisme, al-Ghazali diakui sebagai seorang tokoh yang berhasil membawa sufisme kembali ke pangkuan Islam, setelah beberapa lama dianggap sebagai sesuatu yang non Islami. Meskipun al-ghazali bukan orang pertama yang berusaha kearah itu, namun sukses besar dalam usaha ini baru terjadi ditangan al-Ghazali, yaitu dengan diterimanya eksistensi sufisme oleh para ahli syari’at (teolog dan fuqaha’).
Sukses al-Ghazali ini membawa dampak yang positif bagi perkembangan sufisme di dunia Islam, yang pada masa itu juga ditandai dengan kemenangan golongan sunni dibidang politik, yang juga menopang  perkembangan sufisme, dengan kegemaran para penguasa mereka membangun ribath, khanaqah, atau zawiyah, sebagai asrama para sufi untuk melakukan ajaran mereka. Namun dalam perkembangan baru ini muncul juga suatu gejala baru dalam sufisme, yaitu adanya penekanan doktrin pada aspek metode konsentrasi dalam mengingat Allah (dzikir) untuk mencapai ma’rifat yang sebenarnya, dan hal ini terpusat pada hub ungan antara guru (syaikh /mursyid) dan murid. Gejala baru inilah yang kemudian bermuara pada munculnya tarekat-tarekat yang menjamur didunia Islam.
c.       Aliran- Aliran Dalam Tariqat
Mula-mula muncul Tarekat Qadiriyah yang namanya diambil dari nama sang pendiri yang berasal dari Persia syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani atau al-Jilli (470-561 H./1077-1166 M) di Asia Tengah Tibristan tempat kelahiran dan oprasionalnya, berkembang di Bagdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand. India ,Tiongkok. Sampai saat ini, Tarekat Qadiriyah termasuk salah satu tarekat yag paling toleran dan paling diterima  masyarakat. mengklaim bahwa pengikutnya tersebar diseluruh dunia muslim, termasuk Al-Jazair, Jawa, dan Guinea.
Tarekat kedua adalah Tarekat  Rifa’iyah,  di Maroko dan Al-Jazair. Di dirikan oleh seorang keturunan Irak, Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas  al-Rifa’i (w. 578 H./1183 M). Disusul Tarekat Suhrawardiyahdi Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan   dan Nigeria. Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan cepat melalui murid-murid yang diangkat sebagai khalifah, mengajarkan dan menyebarkan ke negeri-negeri Islam, bercabang dan beranting sehingga banyak sekali.
Kemudian muncul juga Tarekat Maulawiyah, umumnya dikenal sebagai para darwisy yang menjadikan tarian sebagai salah satu media penting untuk mencapai tahapan eksotis. Tarian mereka dikenal dengan tarian berputar. Tarekat ini didirikan oleh penyair besar persia, Jalaluddin Rumi yang meninggal dikonieh (Iqonium klasik) tahun 1273. Berbeda dengan praktik umat Islam pada umumnya, Rumi memberikan peran yang besar terhadap musik dalam ritual-ritual tarekatnya. Pada perkembangan berikutnya tarekat ini dipimpin oleh seorang Imam yang masih keturunan Rumi dan tinggal di Koniyeh. Pemimpin tarekat ini menikmati hak-hak istimewa untuk melantik Sultan-Khalifah di Turki dengan pedangnya.
Selain dari pada itu, lahir pula tarekat modern Sanusiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bin ‘Ali as-Sanusi al-Idrisi (1787-1859). Ia adalah keturunan Rasulullah melalui Idris, yang melarikan diri ke Maghrib (Afrika Barat) lantaran pembunuhan di Madinah oleh pasukan-pasukan Yazid. tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar (w. 890 H / 1485 M). Awalnya terkat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun. Tarekat ini dianggap sebagai suatu tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik. Silsilah Guru Tariqat Syattariyah adalah :
1.      Nabi Muhammad
2.      Imam Ali bin Au Thalib
3.      Imam Husain
4.      Imam Zainal Abidin
5.      Imam Muhammad al-Baqir
6.      Imam Ja’far al-Shadiq
7.      Abu Yazid al-Bistami
8.      Syaikh Muhammad al-Maghribi
9.      Syaikh al-Arabi Yazid al-‘Ishqi
10.  Syaikh Abi al-Muzaffar al-Tusi
11.  Al-Quthb bin Hasan al-Hirqani
12.  Syaikh Hadaqi al-Mawiri
13.  Syaikh Muhammad ‘Ashiq
14.  Sayyid Muhammad ‘Arif
15.  Abdullah al-Syathari
16.  Qadhi al-Syathari
17.  Hidatullah al-Sarmasi
18.  Syaikh Hajji Huduri
19.  Muhammad Gauth al-Hindi
20.  Syaikh Wajhuddin al-Alawi
21.  Sayyid Sibghtullah
22.  Ahmad Sinawi
23.  Ahmad al-Qushashi
24.  Abdur Rauf bin Ali al-Singkili
25.  Syaikh Burhanuddin Ulakan
Tariqat Naqsabandi diambil dari nama pendirinya Baha’ al-Din Naqsyabandi. Dalam dunia tarekat diakui bahwa pendiri tarekat adalah para tokoh yang mensistematisasikan ajaran-ajaran, metode ritus, dan amalan secara eksplisit tarekat tersebut. Tetapi tokoh tersebut tidaklah dipandang sebagai pencipta tarekat itu, melainkan hanya mengolah ajaran-ajaran yang telah diturunkan kepada mereka melalui garis keguruan terus sampai kepada Nabi sendiri. Silsilah guru-guru Naqsyabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut :
1.      Rasulullah SAW
2.      Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq
3.      Sayyidina Salman al-Farisi
4.      Syaikh Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr
5.      Syaikh al-Imam Ja’far Shadiq
6.      Syaikh al-Imam Musa al-Kadim
7.      Syaikh al-Imam Ali Ridho
8.      Syaikh Ma’ruf al-Karakhi
9.      Syaikh Abu Yazid Bustami
10.  Syaikh Muhammad al-Maghribi
11.  Syaikh Abu Yazid al-Isyqi
12.  Syaikh Abu al-Mudlafir al-Thusi
13.  Syaikh Abu Hasan Ali bin Ja’far al-Kharqani
14.  Abu Ali al-Fadhal bin Muhammad al-Thusi al-Farmadi
15.  Abu Ya’cub Yusuf al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin
16.  Abdul Khaliq al-Fajduwani bin al-Imam Abdul Jamil
17.  Arif al-Riyukuri
18.  Mahmud al-Anjiru al-Faghnawi
19.  Ali al-Ramituni, masyhur dengan Syaikh Azizan
20.  Muhammad Baba al-Samasi
21.  Amir Kulal bin Sayyid Hamzah
22.  Baha’ al-Din Naqsyabandi
Kemudian silsilah tarekat Naqsyabandi berbeda-beda sesuai pengembangan guru-guru terkait, salah satu contoh:
23.  Muhammad Bukhari
24.  Ya’kub Yarki Hishari
25.  Abdullah Samarkandi (Ubaidullah)
26.  Muhammad Zahid
27.  Muhammad Darwis
28.  Khawaraki
29.  Muhammad Baqi
30.  Ahmad Faruqi
31.  Muhammad Ma’shum
32.  Abdullah Hindi
33.  Dhiyahul Haqqi
34.  Ismail Jamil Minangkabawi
35.  Abdullah Afandi
36.  Syaikh Sulaiman
37.  Sulaiman Zuhdi
38.  Abdulah Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926 M) desa Babussalam Kec. Padang Tualang Kab. Langkat Prov. Sumatera Utara)
d.      Pengaruh Tariqat Di dunia Islam
Selain memperkenalkan satau bentuk monastisisme dan ritual, para sufi juga memberikan kontribusi lain pada Islam. Merekalah yang menyebarkan penggunaan tasbih (subhah) di kalangan umat Islam. Saat ini, hanya golongan Wahabi Puritan yang melarang penggunaan tasbihkarena menganggapnya bid’ah. Tasbih yang berasal dari Hindu, digunakan oleh para sufi untuk berdzikir. Sufi kondang al-Junaidi (w.910) dari Bagdad menggunakannya sebagai media untuk mencapai tahapan eksotis.
Ketika seorang mengkritiknya karena menggunakan perangkat bid’ah sedangkan ia dikenal dengan kesuciannya, Junaidi menjawab, “Aku tidak akan menyingkirkan jalan yang telah mengantarkanku kepada Tuhan” Lebih daripada itu, para sufi membangun dan mempopulerkan tradisi kultus pada orang suci, melalui silsilah tarekatnya ia  melakukan tawajjuh, yang berarti perjumpaan, dimana seseorang membuka hatinya kepada syaikh/mursyidnya dan membayangkan hatinya disirami berkah sang syaikh, sang syaikh membawa hati tersebut kehadapan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat berlangsung sewaktu terjadi pertemuan pribadi   antara murid - mursyid pada saat bai’at dalam pertemuan pertama. Dalam pelaksanaan amalan-malan berikutnya tehnik rabithah mursyid, “mengadakan hubungan batin dengan sang pembimbing” sebagai pendahuluan dzikir.
Organisasi tarekat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap dunia Islam. Sesudah khalifah Abbasiyah runtuh oleh bangsa Mongol tahun 1258 M. tugas memelihara kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ketempat-tempat yang jauh beralih ketangan kaum sufi, termasuk ke Indonesia. Ketika berdiri Daulah Islamiyah, peranan tarekat (Bahtesyi) sangat besar pada bidang politik maupun militer. Demikian juga di Afrika Utara, sebagaimana di ungkap dimuka, Peranan tarekat Sanusiyah sangat besar terutama di negeri Aljazair dan Tunisia, sedangkan di Sudan Tarekat syadliliyah juga sangat berpengaruh.
Para sejarawan mengemukakan bahwa karena faktor tasawuf dan tarekatlah islamisasi Asia tenggara, termasuk Indonesia, dapat berlangsung dengan damai. Ajaran kosmologis dan metafisis tasawuf  Ibnu ‘Arabi dapat dengan mudah dipadukan dengan ide-ide sufistik India dan ide-ide sufistik pribumi yang dianut masyarakat setempat. Konsep Insan Kamil sangat potensial sebagai legitimasi religius bagi para raja, bahkan sampai sekarang islam indonesia masih diliputi sifat sufistik dan kegemaran kepada hal-hal yang mengandung keramat. Diantara naskah-naskah Islam paling tua dari Jawa dan Sumatera yang masih ada sampai sekarang terdapat risalah-risalah tasawuf dan cerita-cerita keajaiban yang berasal dari Persia dan India. Didalam tulisan-tulisan Jawa masa belakangan kita temukan adanya ajaran tasawuf yang lebih kental, sedangkan perihal tarekat mendapat banyak pengikut sekitar abad ke 18 dan 19 Masehi.
Khusus di Indonesia, pengembangan Islam sebagian besar adalah atas usaha kaum sufi sehingga tidak heran jika pada waktu itu pemimpin-pemimpin spiritual Islam di Indonesia bukanlah ahli syariah melainkan syaikh tarekat. Memang Islamisasi Indonesia tidak terdokumentasikan dengan baik, sehingga banyak spekulasi para ilmuwan yang menimbulkan perdebatan yang belum selesei. Karena luasnya wilayah Indonesia tidak mungkin islamisasi menurut pola yang seragam. Ada yang melalui perdagangan, atau aliansi politik antar pedagang dengan putri bangsawan, atau mungkin juga melalui penaklukan. Namun secara umum proses tersebut berlangsung secara damai melalui peranan tasawuf dan tarekat.

jadi kesimpulan yang dapat kita ambil adalah selama lima abad hijriyah pertama, bentuk pengalaman religius yang disebut tasawuf hampir seluruhnya berdiri atas dasar kepentingan-kepentingan individual. Baru pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi muncul tarekat sebagi kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Istilah Tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri. Syarat utama yang harus diperhatikan oleh pengikut tarekat adalah, bahwa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak dibenarkan meninggalkan syariah. Untuk itu setiap pengikut tarekat harus dibimbng oleh Syaikh Mursyid (pembimbing).
Tidak sebagaimana selalu diasumsikan  negatif, bahwa sufisme dan tarekat membawa kemunduran pada dunia Islam. Terbukti beberapa tarekat juga berkiprah di dunia politik, militer dan perbaikan masyarakat muslim. Bahkan penyebaran Islam pasca  runtuhnya khalifah Abbasiyah oleh bangsa Mongol tahun 1258 M. tugas memelihara kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ketempat-tempat yang jauh beralih ketangan kaum sufi, termasuk ke Indonesia.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010

A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Mutiara Sumer Widya, 1996

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: Fa H.M Tawi & Son, 1966

As-Sayyid Muhammad ‘Aqil bin ‘Ali al-Muhtari, Ath-Thuruq ash-Shufiyyah, Kairo: Dar al-Hadits, 1993

Azyumardi azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung, Rosdakarya, 1999

Imam al-Ghazali, Ihyak Ulum al-Din, Indonesia: al-Haramain, tt

Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan  Pemikir Islam dari masa ke masa, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2006

M. Zurkani jahja, Teologi al-Ghazali, Pendekatan Metodologi, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 1996

Martin Van Bruinessen, Kitab kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung, Mizan, 1995

…….., Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Bandung, Mizan, 1996


Oman Faturrahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media Group, 2008

Philip K. Hitti, History of The Arabs, Trj.  R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006

Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015

Sayyid Abu Bakar al-Makki, Kifayatu al-Atqiya’ wa Minhaju al-Asfiya, Surabaya, Al-Hidayah

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana Pernada Media, 2004

Syamsul Bahri, Tarekat Abd al-Rauf Singkel Dalam Tambih al-Masyi, Padang: Hayfa Press, 2012

No comments:

Post a Comment

MU’TAZILAH

Pendahuluan Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, di masyarakat pada saat itu sudah berkembang perdebatan yang sengit dalam hal pemikiran dan...