Oleh
Adi Putra Bunda
Zaman sekarang dimana
manusia hidup dengan serba canggih atau modern, ditandai dengan kemakmuran
material, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi modern, serba mekanik dan
otomatis. Sehingga berdampak kepada kehidupan yang semakin mudah. Tapi dibalik
itu dilihat terjadinya kesenjangan dalam kehidupan antara sikaya dan simiskin,
manusia semakin dilanda krisis kehampaan spiritual. Penyakit lain dari dunia modern adalah paham sekularisme,
sesuatu paham yang menjauhkan benda dari makna spiritualnya. Kemudian
sekularisme merambah ke pemikiran, yang pada akhirnya agama menyerah kepada
kecenderungan itu. Pada akibatnya manusia
sering lepas control. Semakin terlihat manusia menghahalkan segala cara untuk
mendapatkan tujuan, nilai-nilai kemanusiaan semakin surut, toleransi sosial,
solidaritas, serta ukhuwah islamiyah semakin memudar, manusia semakin
individual. Ditengah suasana ini
manusia merasakan kerinduan akan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai yang
menuntun manusia kembali kepada fitrahnya. Karena itu manusia mulai tertarik
nenoelajari tasawuf dan tarekat dan usaha untuk mengamalkannya.
Tarekat secara harfiyah berasal dari kata taraqa (طر ق ) memiliki arti yang
beragam terbit, datang malam hari, memukul, memanjangkan, mengukir, menyusun,
mengetuk pintu, melalui satu jalan, pendapat, mulia dan mendatanginya. Bentuk
jamaknya adalah tharaiqa, diantara makna tarekat mulia, ada sebuah ungkapan
thariii qata al-quum : orang-orang yang baik dan pilihan, artinya orang-orang
yang dijadikan sebagai ikutan dan diikuti langkah-langkahnya oleh kaumnya. Kata “tarekat” disebut
dalam al-Qur’an sebanyak sembilan kali dalam lima surat, dengan mengandung
beberapa arti, yaitu dalam surah an-Nisa’ : 168
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. (#qßJn=sßur öNs9 Ç`ä3t ª!$# tÏÿøóuÏ9 öNßgs9 wur öNßgtÏökuÏ9 $¸)ÌsÛ ÇÊÏÑÈ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka
dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.
surah Thoha : 63.
(#þqä9$s% ÷bÎ) Èbºx»yd ÈbºtÅs»|¡s9 Èb#yÌã br& Oä.%y`Ìøä ô`ÏiB Nä3ÅÊör& $yJÏdÌósÅ¡Î0 $t7ydõtur ãNä3ÏGs)ÌsÜÎ/ 4n?÷WßJø9$# ÇÏÌÈ
Artinya : mereka berkata: "Sesungguhnya
dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari
negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.
Arti tarekat menurut tasawuf
adalah jalan tertentu yang dilalui untuk menuju Allah SWT, dengan melalui
pos-pos (manazil) untuk menuju/menaiki tingkat yang lebih tinggi (maqamat). Menurut Imam al-Ghazali
tarekat adalah menampakan kesungguhan (mujahadah), menghapus sifat-sifat
tercela serta menjauhi segala hal yang terkait dengan sifat tercela tersebut,
dan menghadapkan hati hanya kepada Allah SWT, bila ini sudah dilakukan Allah
lah yang akan mengatur dan menerangi hatinya dengan cahaya ilmu, dan diliputi
oleh rahmat-Nya, maka cahaya ma’rifah menyinari dan melapangkan hatinya
sehingga ia bisa melihat rahasia yang terkandung di alam ini, hijab kelalaian
pun hilang dari hatinya dan ia mengetahui hakikat ketuhanan yang sesungguhnya. Harun
Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang
sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan syari’at
dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap
mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah. Secara praktek kaum
tarekat melakukan amalan secara lahiriyah dan batiniyah. Secara lahiriyah
misalnya mengurangi makan dan minum, menutup mata dari pandangan yang haram,
menjaga lidah dari bergunjing, telinga dari berita yang baik, dan lain-lain.
Dan amalan yang batiniyah misalnya selalu berzikir, kikhlas dalam beramal
(hanya karena Allah), menghadapkan hati kepada Allah dan selain itu yang berupa
amalan ruhiyah.
Dari
beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah melakukan
pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam
beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang
menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub
ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai
dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para
sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para
ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.
Tarekat bisa dipahami
sebagai sebuah organisasi/metode yang tumbuh dan berkembang dikalangan kaum
sufi tertentu. Pada awalnya, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid
mereka dan beberapa dari murid ini kelak akan jadi guru pula. Boleh dikatakan
bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Maka murid
yang menekuninya akan melalui tingkatan tarekat itu sendiri mulai dari pengikut
biasa (mansub) selanjutnya menjadi murid pembantu Syaikh (khalifah-Nya) dan
akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid). Sebuah tarekat biasanya
terdiri dari pensucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan dan
kesadaran sosial. Yang dimaksud pensucian jiwa adalah melatih rohani dengan
hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek yang menyebabkan dosa, dan
menghiasi dengan sifat-sifat terpuji, taat menjalankan perintah agama, menjauhi
larangan, taubat atas segala dosa dan muhasabah/introspeksi, mawas diri terhadap
semua amalan-amalannya. Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari syaikh
tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid dan
pengikut tarekat, serta ribtah (zawiyah) tempat latihan, kitab-kitab, sistem,
dan metode zikir. Upacara keagamaan bisa berupa bai’at, ijazah atau khirqah,
silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan
dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya.
Menurut Syamsul Bahri
Khatib, tasawuf sebagai ilmu keislaman yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan
Sunnah Rasul SAW, sedangkan tarekat tempat mempraktekkan ajaran-ajaran tasawuf
itu. Tasawuf bersifat konsep, bersifat pribadi, dan tidak ada yang
membimbingnya, sedangkan tarekat bersifat amali dari ajaran tasawuf itu atau
praktek, dan bersifat kolektif, berkelompok dalam satu zawiyah (sudut, biasanya
pada periode awal dilaksanakan disudut-sudut masjid, agar orang lain tidak
terganggu), kelompok- kelompk kecil atau berkumpul secara periode (wirid) dalam
acara tertentu seperti pertemuan-pertemuan ilmiyah maupun ruhaniyah di bawah
bimbingan masyaikh atau guru-guru tarekat. Maka tarekat berfungsi dalam
penampakan dari ajaran tasawwuf itu, umpamanya, dalam tasawuf ada yang disebut maqam seperti maqam
taubat, sabar, ridha, tawakkal, faqir, zuhur, makrifah, dan amal-amal sunat.
Maqam-maqam dan amal-amal sunat itu diamalkan, diwiridkan dengan waktu-waktu
tertentu di bawah bimbingan seorang syaikh, seperti taubat dalam tarekat bukan
hanya sekedar taubah dalam teori tetapi dipraktekkan secara perorangan dan
bersama-sama, bahkan sampai pada mandi taubat, seperti dalam tarekat
naqsyabandiyah.
Dari semua itu maka
menurut hemat penulis, tarekat adalah suatu praktek metode pengamalan dalam
tasawwuf (tanpa menghabaikan tauhid dan fiqh) dengan membersihkan diri dari
sifat-sifat tercela, menghiasinya dengan berbagai sifat baik, yaitu ibadah
lahiriyah dan batiniyah serta zikir yang berkesinambungan sehingga menghadirkan
makrifatullah dalam jiwa dan raga (segenap anggota tubuh). Atau bisa diringkas
dengan istilah takhalli, tahalli, dan
tajalli menurut Syaikh Ibn Ubad al-Nafazi pensyarah Matn al-Hikam karya
Syaikh Ibn ‘Atha-illah.
Karena tarekat adalah
sebuah metode praktek pengamalan, tentu saja metode itu akan bisa saja berbeda
antara seorang dengan yang lain, baik karena faktor ilmu yang dimiliki,
kebiasaan suatu daerah, pemahaman pribadi dan kelompok apalagi zuk/rasa yang
wirid kedalam hati sanubari seseorang pasti tidak sama, berangkat dari itulah
lahirnya berbagai aliran tarekat dalam dunia tasawuf.
Tarekat-tarekat yang lahir
di dunia Islam, secara umum dibagi
menjadi dua, yaitu tarekat mu’tabarah dan tarekat ghairu mu’tabarah. Menurut
penulis kitab “Dairah al-Ma’arif” yaitu al-Bustani menyebutkan tarekat induk
itu berjumlah 23 macam dan tarekat cabang sebanyak 177 macam. Bahkan masih ada
tarekat-tarekat yang tidak memiliki cabang hanya berdiri tunggal dan
dinisbatkan kepada wali-wali yang memimpinnya, itu berjumlah sebanyak 47 macam.
b. Asal Usul Tariqat
Ajaran
Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang pada masa-masa awalnya dilaksanakan
secara murni. Ketika Rasulullah wafat, cara beramal dan beribadah para sahabat
dan tabi’in masih tetap memelihara dan membina kemurnian ajaran Rasul,
yang kemudian populer dengan sebutan amalan salaf al-shalih.
Pada
abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dan kemudian
dilanjutkan mulai ada formulasi syariah. Abad kedua hijriyah mulai muncul
tasawuf. Tasawuf terus berkembang dan meluas dan mulai terkena
pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah filsafat, baik filsafat Yunani,
India , maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang
mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub
kepada Allah. Para sufi kemudian membedakana pengertian-pengertian syari’ah,
tariqah, haqiqat, dan makrifat. Menurut mereka syariat itu
untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, tariqat untuk memperbaikai
amalan-amalan batin (hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia
yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat
Allah baik zat, sifat maupun perbuatannya.
Berkaitan
dengan hal tersebut, Abu Bakar al-Makky punya pendapat yang intinya, bahwa
jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya ketiga hal diatas
syari’at, thariqat dan haqiqat, untuk menuju ma’rifat. Ketiga hal sebagai
proses menuju ma’rifat itu tidak boleh terlewatkan salah satunya, akan
tetapi harus lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar menggambarkan
ketiga hal itu dengan pendapatnya yang ia tuangkan dalam sebuah sya’ir yang
artinya :
“Syari’at
itu seperti sebuah perahu, sedangkan thariqat adalah lautan, sementara haqiqat
adalah mutiara yang terendam didasar laut”.
Pada
abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagi kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat
selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada
abad itu. Dari segi historis, bukan suatu kebetulan, bila tarekat berkembang
pesat di dunia islam pada masa setelah al-Ghazali, meskipun figur ini tidak
bisa dianggap sebagai tokoh tarekat. Dalam sejarah sufisme, al-Ghazali diakui
sebagai seorang tokoh yang berhasil membawa sufisme kembali ke pangkuan Islam,
setelah beberapa lama dianggap sebagai sesuatu yang non Islami. Meskipun
al-ghazali bukan orang pertama yang berusaha kearah itu, namun sukses besar
dalam usaha ini baru terjadi ditangan al-Ghazali, yaitu dengan diterimanya
eksistensi sufisme oleh para ahli syari’at (teolog dan fuqaha’).
Sukses
al-Ghazali ini membawa dampak yang positif bagi perkembangan sufisme di dunia
Islam, yang pada masa itu juga ditandai dengan kemenangan golongan sunni
dibidang politik, yang juga menopang perkembangan sufisme, dengan
kegemaran para penguasa mereka membangun ribath, khanaqah, atau zawiyah,
sebagai asrama para sufi untuk melakukan ajaran mereka. Namun dalam
perkembangan baru ini muncul juga suatu gejala baru dalam sufisme, yaitu adanya
penekanan doktrin pada aspek metode konsentrasi dalam mengingat Allah (dzikir)
untuk mencapai ma’rifat yang sebenarnya, dan hal ini terpusat pada hub ungan
antara guru (syaikh /mursyid) dan murid. Gejala baru inilah yang
kemudian bermuara pada munculnya tarekat-tarekat yang menjamur didunia Islam.
c. Aliran-
Aliran Dalam Tariqat
Mula-mula
muncul Tarekat Qadiriyah yang namanya diambil dari nama sang pendiri yang
berasal dari Persia syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani atau al-Jilli
(470-561 H./1077-1166 M) di Asia Tengah Tibristan tempat kelahiran dan
oprasionalnya, berkembang di Bagdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke
Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand. India ,Tiongkok. Sampai saat ini,
Tarekat Qadiriyah termasuk salah satu tarekat yag paling toleran dan paling
diterima masyarakat. mengklaim bahwa pengikutnya tersebar diseluruh dunia
muslim, termasuk Al-Jazair, Jawa, dan Guinea.
Tarekat
kedua adalah Tarekat Rifa’iyah, di Maroko dan Al-Jazair. Di dirikan
oleh seorang keturunan Irak, Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas al-Rifa’i
(w. 578 H./1183 M). Disusul
Tarekat Suhrawardiyahdi Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan dan
Nigeria. Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan cepat melalui
murid-murid yang diangkat sebagai khalifah, mengajarkan dan menyebarkan ke
negeri-negeri Islam, bercabang dan beranting sehingga banyak sekali.
Kemudian
muncul juga Tarekat Maulawiyah, umumnya dikenal sebagai para darwisy yang
menjadikan tarian sebagai salah satu media penting untuk mencapai tahapan
eksotis. Tarian mereka dikenal dengan tarian berputar. Tarekat ini didirikan
oleh penyair besar persia, Jalaluddin Rumi yang meninggal dikonieh
(Iqonium klasik) tahun 1273. Berbeda dengan praktik umat Islam pada umumnya,
Rumi memberikan peran yang besar terhadap musik dalam ritual-ritual tarekatnya.
Pada perkembangan berikutnya tarekat ini dipimpin oleh seorang Imam yang masih
keturunan Rumi dan tinggal di Koniyeh. Pemimpin tarekat ini menikmati hak-hak
istimewa untuk melantik Sultan-Khalifah di Turki dengan pedangnya.
Selain
dari pada itu, lahir pula tarekat modern Sanusiyah, yang didirikan oleh Muhammad
Bin ‘Ali as-Sanusi al-Idrisi (1787-1859). Ia adalah keturunan Rasulullah
melalui Idris, yang melarikan diri ke Maghrib (Afrika Barat) lantaran
pembunuhan di Madinah oleh pasukan-pasukan Yazid. tarekat Syattariyah adalah
aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke-15. Tarekat ini
dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya,
Abdullah asy-Syattar (w. 890 H / 1485 M). Awalnya terkat ini lebih dikenal di
Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah
Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari
nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi
dalam perkembangan selanjutnya tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya
sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun. Tarekat ini dianggap sebagai suatu
tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam
keyakinan dan praktik. Silsilah
Guru Tariqat Syattariyah adalah :
1.
Nabi Muhammad
2.
Imam Ali bin Au Thalib
3.
Imam Husain
4.
Imam Zainal Abidin
5.
Imam Muhammad al-Baqir
6.
Imam Ja’far al-Shadiq
7.
Abu Yazid al-Bistami
8.
Syaikh Muhammad al-Maghribi
9.
Syaikh al-Arabi Yazid al-‘Ishqi
10. Syaikh Abi al-Muzaffar
al-Tusi
11. Al-Quthb bin Hasan
al-Hirqani
12. Syaikh Hadaqi al-Mawiri
13. Syaikh Muhammad ‘Ashiq
14. Sayyid Muhammad ‘Arif
15. Abdullah al-Syathari
16. Qadhi al-Syathari
17. Hidatullah al-Sarmasi
18. Syaikh Hajji Huduri
19. Muhammad Gauth al-Hindi
20. Syaikh Wajhuddin al-Alawi
21. Sayyid Sibghtullah
22. Ahmad Sinawi
23. Ahmad al-Qushashi
24. Abdur Rauf bin Ali
al-Singkili
25. Syaikh Burhanuddin Ulakan
Tariqat Naqsabandi diambil dari nama
pendirinya Baha’ al-Din Naqsyabandi. Dalam dunia tarekat diakui bahwa pendiri
tarekat adalah para tokoh yang mensistematisasikan ajaran-ajaran, metode ritus,
dan amalan secara eksplisit tarekat tersebut. Tetapi tokoh tersebut tidaklah
dipandang sebagai pencipta tarekat itu, melainkan hanya mengolah ajaran-ajaran
yang telah diturunkan kepada mereka melalui garis keguruan terus sampai kepada
Nabi sendiri. Silsilah guru-guru
Naqsyabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut :
1.
Rasulullah SAW
2.
Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq
3.
Sayyidina Salman al-Farisi
4.
Syaikh Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr
5.
Syaikh al-Imam Ja’far Shadiq
6.
Syaikh al-Imam Musa al-Kadim
7.
Syaikh al-Imam Ali Ridho
8.
Syaikh Ma’ruf al-Karakhi
9.
Syaikh Abu Yazid Bustami
10.
Syaikh Muhammad al-Maghribi
11.
Syaikh Abu Yazid al-Isyqi
12.
Syaikh Abu al-Mudlafir al-Thusi
13.
Syaikh Abu Hasan Ali bin Ja’far al-Kharqani
14.
Abu Ali al-Fadhal bin Muhammad al-Thusi al-Farmadi
15.
Abu Ya’cub Yusuf al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin
16.
Abdul Khaliq al-Fajduwani bin al-Imam Abdul Jamil
17.
Arif al-Riyukuri
18.
Mahmud al-Anjiru al-Faghnawi
19.
Ali al-Ramituni, masyhur dengan Syaikh Azizan
20.
Muhammad Baba al-Samasi
21.
Amir Kulal bin Sayyid Hamzah
22.
Baha’ al-Din Naqsyabandi
Kemudian silsilah tarekat Naqsyabandi berbeda-beda sesuai
pengembangan guru-guru terkait, salah satu contoh:
23.
Muhammad Bukhari
24.
Ya’kub Yarki Hishari
25.
Abdullah Samarkandi (Ubaidullah)
26.
Muhammad Zahid
27.
Muhammad Darwis
28.
Khawaraki
29.
Muhammad Baqi
30.
Ahmad Faruqi
31.
Muhammad Ma’shum
32.
Abdullah Hindi
33.
Dhiyahul Haqqi
34.
Ismail Jamil Minangkabawi
35.
Abdullah Afandi
36.
Syaikh Sulaiman
37.
Sulaiman Zuhdi
38.
Abdulah Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926 M)
desa Babussalam Kec. Padang Tualang Kab. Langkat Prov. Sumatera Utara)
d. Pengaruh
Tariqat Di dunia Islam
Selain
memperkenalkan satau bentuk monastisisme dan ritual, para sufi juga
memberikan kontribusi lain pada Islam. Merekalah yang menyebarkan penggunaan
tasbih (subhah) di kalangan umat Islam. Saat ini, hanya golongan Wahabi
Puritan yang melarang penggunaan tasbihkarena menganggapnya bid’ah. Tasbih yang
berasal dari Hindu, digunakan oleh para sufi untuk berdzikir. Sufi kondang
al-Junaidi (w.910) dari Bagdad menggunakannya sebagai media untuk mencapai
tahapan eksotis.
Ketika
seorang mengkritiknya karena menggunakan perangkat bid’ah sedangkan ia dikenal
dengan kesuciannya, Junaidi menjawab, “Aku tidak akan menyingkirkan jalan yang
telah mengantarkanku kepada Tuhan” Lebih daripada itu, para sufi membangun dan
mempopulerkan tradisi kultus pada orang suci, melalui silsilah tarekatnya ia
melakukan tawajjuh, yang berarti perjumpaan, dimana seseorang
membuka hatinya kepada syaikh/mursyidnya dan membayangkan hatinya disirami
berkah sang syaikh, sang syaikh membawa hati tersebut kehadapan nabi Muhammad
SAW. Hal ini dapat berlangsung sewaktu terjadi pertemuan pribadi
antara murid - mursyid pada saat bai’at dalam pertemuan pertama.
Dalam pelaksanaan amalan-malan berikutnya tehnik rabithah mursyid, “mengadakan
hubungan batin dengan sang pembimbing” sebagai pendahuluan dzikir.
Organisasi
tarekat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap dunia Islam. Sesudah
khalifah Abbasiyah runtuh oleh bangsa Mongol tahun 1258 M. tugas memelihara
kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ketempat-tempat yang jauh beralih ketangan
kaum sufi, termasuk ke Indonesia. Ketika berdiri Daulah Islamiyah, peranan tarekat (Bahtesyi) sangat besar pada
bidang politik maupun militer. Demikian juga di Afrika Utara, sebagaimana di
ungkap dimuka, Peranan tarekat Sanusiyah sangat besar terutama di negeri
Aljazair dan Tunisia, sedangkan di Sudan Tarekat syadliliyah juga sangat
berpengaruh.
Para
sejarawan mengemukakan bahwa karena faktor tasawuf dan tarekatlah islamisasi
Asia tenggara, termasuk Indonesia, dapat berlangsung dengan damai. Ajaran
kosmologis dan metafisis tasawuf Ibnu ‘Arabi dapat dengan mudah dipadukan
dengan ide-ide sufistik India dan ide-ide sufistik pribumi yang dianut
masyarakat setempat. Konsep Insan Kamil sangat potensial sebagai
legitimasi religius bagi para raja, bahkan sampai sekarang islam indonesia
masih diliputi sifat sufistik dan kegemaran kepada hal-hal yang mengandung
keramat. Diantara naskah-naskah Islam paling tua dari Jawa dan Sumatera yang
masih ada sampai sekarang terdapat risalah-risalah tasawuf dan cerita-cerita
keajaiban yang berasal dari Persia dan India. Didalam tulisan-tulisan Jawa masa
belakangan kita temukan adanya ajaran tasawuf yang lebih kental, sedangkan
perihal tarekat mendapat banyak pengikut sekitar abad ke 18 dan 19 Masehi.
Khusus
di Indonesia, pengembangan Islam sebagian besar adalah atas usaha kaum
sufi sehingga tidak heran jika pada waktu itu pemimpin-pemimpin spiritual
Islam di Indonesia bukanlah ahli syariah melainkan syaikh tarekat. Memang
Islamisasi Indonesia tidak terdokumentasikan dengan baik, sehingga banyak
spekulasi para ilmuwan yang menimbulkan perdebatan yang belum selesei. Karena
luasnya wilayah Indonesia tidak mungkin islamisasi menurut pola yang seragam.
Ada yang melalui perdagangan, atau aliansi politik antar pedagang dengan putri
bangsawan, atau mungkin juga melalui penaklukan. Namun secara umum proses
tersebut berlangsung secara damai melalui peranan tasawuf dan tarekat.
jadi kesimpulan yang dapat kita ambil adalah selama
lima abad hijriyah pertama, bentuk pengalaman religius yang disebut tasawuf
hampir seluruhnya berdiri atas dasar kepentingan-kepentingan individual. Baru
pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi muncul tarekat sebagi kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Istilah Tarekat berarti perjalanan seorang salik
(pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri. Syarat utama
yang harus diperhatikan oleh pengikut tarekat adalah, bahwa untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan, tidak dibenarkan meninggalkan syariah. Untuk itu
setiap pengikut tarekat harus dibimbng oleh Syaikh Mursyid (pembimbing).
Tidak
sebagaimana selalu diasumsikan negatif, bahwa sufisme dan tarekat membawa
kemunduran pada dunia Islam. Terbukti beberapa tarekat juga berkiprah di dunia
politik, militer dan perbaikan masyarakat muslim. Bahkan penyebaran Islam pasca
runtuhnya khalifah Abbasiyah oleh bangsa Mongol tahun 1258 M. tugas
memelihara kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ketempat-tempat yang jauh
beralih ketangan kaum sufi, termasuk ke Indonesia.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
A.
Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2010
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta:
Mutiara Sumer Widya, 1996
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta:
Fa H.M Tawi & Son, 1966
As-Sayyid Muhammad ‘Aqil
bin ‘Ali al-Muhtari, Ath-Thuruq ash-Shufiyyah, Kairo:
Dar al-Hadits, 1993
Azyumardi azra, Renaisans Islam Asia Tenggara,
Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung, Rosdakarya, 1999
Imam al-Ghazali, Ihyak Ulum al-Din, Indonesia:
al-Haramain, tt
Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar
dan Pemikir Islam dari masa ke masa, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2006
M. Zurkani jahja, Teologi al-Ghazali, Pendekatan
Metodologi, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 1996
Martin Van Bruinessen, Kitab kuning Pesantren dan
Tarekat, (Bandung, Mizan, 1995
…….., Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia,
Bandung, Mizan, 1996
Oman Faturrahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta:
Prenada Media Group, 2008
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Trj.
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2006
Ris’an
Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Samsul
Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015
Sayyid Abu Bakar al-Makki, Kifayatu al-Atqiya’ wa
Minhaju al-Asfiya, Surabaya, Al-Hidayah
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat
Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana Pernada Media, 2004
Syamsul Bahri, Tarekat
Abd al-Rauf Singkel Dalam Tambih al-Masyi, Padang: Hayfa Press, 2012
No comments:
Post a Comment