Thursday, June 1, 2017

WAWASAN AL- QUR’AN DAN HADITS TENTANG USAHA DAN KERJA


Oleh 
Adi Putra Bunda, S.PdI

Kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja (berusaha).
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan. Disini pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua yang kita dapatkan semuanya dari Allah swt dan itu semua hanya titipan Allah swt semata.Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan hati-hati. Untuk itu Hadist tentang ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari. Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.


1.      Pengertian kerja dan usaha
Kerja dalam kaitanya dengan tema ekonomi berarti sebuah kegiatan yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhui kebutuhan hidupnya. Hampir di setiap sudut kehidupan kita akan menyaksikan orang yang bekerja. Mereka melakukan aktifitas, tetapi lihatlah bahwa setiap aktifitasnya ada sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha ( ikhtiyar ) yang sangat bersungguh- sungguh untuk mewujudkan aktifitasnya mempunyai arti. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya.
Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial. Dengan pekerjaan manusia akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman, serta kebutuhan sosial dan kebutuhan ego. Selain itu kepuasan seseorang terhadap pekerjaan juga diperoleh melalui berbagai bentuk kepuasan yang dapat dinikmati diluar kerja, misalnya kepuasan sewaktu bekerja, menikmati liburan, dan yang lebih mendasar lagi dapat menghidupi diri dan keluarga. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri. Dukungan sosial itu dapat berupa penghargaan masyarakat terhadap aktivitas kerja yang ditekuni. Sedangkan dukungan individu dapat berupa kebutuhan-kebutuhan yang melatarbelakangi aktivitas kerja. Seperti kebutuhan untuk aktif, untuk berproduksi, berkreasi, untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, memperoleh prestise serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Bekerja merupakan kegiatan pokok dari suatu aktivitas kemanusiaan yang dapat dibagi menjadi sejumlah dimensi, yaitu dimensi Fisiologis. Dimensi psikologis, dimensi ikatan sosial dan ikatan kelompok, dimensi ekonomi, dimensi kekuasaan, serta dimensi kekuasaan ekonomi.
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi kerja adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan jasa. Walaupun demikian, tidaklah semua aktifitas manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan. Karena di dalam makna pekerjaan terkandung tiga aspek yang harus dipenuhi, yaitu :

a)      bahwa aktifitasnya dilakukan karena dorongan tanggung jawab ( motivasi).
b)  bahwa apa yang dilakukan tersebut dilakkukan karena kesengajaan, sesuatu yang di rencanakan.
c)   bahwa yang dilakukan itu, di karenakan ada sesuatu arah dan tujuan yang luhur, bukan hanya sekedar kepuasaan biologis semata.


2. Landasan Al-Qur’an dan Hadits tentang kerja dan usaha
Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat atau surah yang membahas secara spesifik tentang kerja, Al-Qur’an menjadikan kerja sebagai tuntutan fardu atas semua umatnya selaras dengan dasar persamaan yang diisytiharkan oleh Islam bagi menghapuskan sistem yang membeda-bedakan manusia mengikut darjat atau kasta dan warna kulit. Sebagaimana firman Allah swt di dalam surah Al- Jumu’ah ayat 10 :

Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.



Menurut Muhammad Amin Suma bagaimanapun sibuknya orang-orang beriman di hari jumat karena melakukan aktifitas ekonomi dan keuangan, ketika kumandang adzan jum’at dilantunkan, maka orang-orang beriman harus secara bergegas meninggalkan aktivitas ekonomi tersebut untuk melaksanakan shalat jum’at secara berjamaah. Usai memimpin atau mengikuti shalat jum’at, kemudian dipersilahkan untuk kembali maleksanakan aktifitas ekonomi sebagaimana dilakukan sebelum masuk waktu shalat jum’at. Menurut al-Qurthubi, bentuk perintah di sini menunjukkan hukum boleh (bukan wajib). Allah berfirman: Apabila kalian selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi untuk berniaga dan memenuhi kebutuhan kalian, dan carilah rezeki-Nya.
Hamka menafsirkan dalam ayat ini bahwasanya, perintah untuk bertebaran di muka bumi ini dilakukan setelah melakukan kewajiban yaitu shalat jum’at. Bila adzan jum’at dikumandangkan maka hentikanlah segala kegiatan, laksanakanlah shalat jum’at dahulu baru melanjutkan kegiatan selanjutnya. Yaitu bekerja dan berusaha, mencari rezeki yang telah Allah sebarkan di muka bumi ini. Karena karunia Allah bermacam-macam seperti bertani, berladang, menggembala, beternak, berniaga, jual-beli, dan berbagai macam pekerjaan halal lainnya. Dan setelah melakukan kerja dan berusaha maka selanjutnya diperingatkan agar tidak lupa akan adanya Allah sang maha pencipta, yang melandasi diri untuk tidak melakukan perbuatan tercela. Dengan mengingat Allah maka tidak akan melakukan hal-hal yang di luar dugaan dan akan menjadi orang-orang yang beruntung.
Manakala Anda sudah menghadiri pangilan adzan jum’at dan selesai menunaikan shalatnya, maka silahkan anda bertebaran kembali dimuka bumi, untuk berdagang dan melakukan aktifitas lain yang membawa mashalat bagi kehidupanmu, dan silahkan juga mencari pemberian Allah dan Nikmat-Nya mengingat pemberi rezeki yang sesungguhnya adalah Allah, Dzatpemberi nikmat (al-mun’im) dan yang maha pemberi (al-mutafadhdhil), yang  tidak pernah mengecewakan (menghilangkan harapan) orang yang meminta kepada-Nya. Disaat saat-saat Anda bergadang atau berbisnis, sebaiknya tetap berdzikir kepada Allah, dengan dzikir yang sangat banyak. Intinya, jangan sampai urusan duniawi (termasuk bisnis dan semua aktifitas yang bermotifkan ekonomi), itu menyebabkan kamu (manusia) lupa diri dari hal-hal yang memberikan manfaat buat kehidupan kehidupan diakhirat kelak.
Kemudian dijelaskan kembali oleh Allah swt di dalam surah Al-Mulk ayat 15 :  
Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Menurut al-Maraghi, sesungguhnya Tuhanmulah yang menundukkan dan memudahkan bumi ini bagimu. Dialah yang menjadikan bumi itu tenang dan diam, tidak oleng dan tidak pula bergoncang, karena Dia menjadikan gunung-gunung padanya, Dia juga mengadakan mata air-mata air padanya, untuk memberi minum kepadamu dan kepada binatang ternakmu, tumbuh-tumbuhanmu dan buah-buahanmu. Dan Dia pun mengadakan padanya jalan-jalan, maka pergilah kamu ke ujung-ujungnya yang kamu suka dan bertebaranlah di segala penjurunya, untuk mencari penghidupan dan berdagang. Dan makanlah banyak rezeki yang diadakan-Nya bagimu karena karunia-Nya sebab berusaha untuk mencari rezeki itu tidak menghilangkan ketakwaan kepada Allah.
Penafsiran Sayyid Quthb: Sebagai manusia yang diciptakan Allah di muka bumi, yang sudah di sediakan kelengkapan hidup di bumi ini. Tidaklah manusia di biarkan untuk bermalas-malasan, berpangku tangan, menganggur dan tidak berusaha. Sebagai manusia diharuskan untuk bekerja, berusaha sekuat tenaga untuk mencari rezeki dan memakmurkan bumi ini. Ayat ini menjadi pegangan orang islam dalam menghadapi perkembangan zaman dan teknologi. Setelah kita dianjurkan untuk bekerja dan berusaha selanjutnya Allah mengingatkan kita kembali, yang hanya kepada-Nya kita kembali. Jadi, memang kita dianjurkan untuk bekerja dan berusaha namun harus berdasarkan iman, tidak boleh meninggalkan kewajiban kita sebagai hamba-Nya. Tidak lupa untuk dimintai pertanggung jawaban atas apa yang sudah dilakukan di dunia ini.
Kemudian dijelaskan kembali oleh Allah swt di dalam surah At-Taubah ayat 105 :   
Artinya : dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Ayat di atas menginformasikan tentang arti penting dari penilaian Allah, penilaian Rasul-Nya, dan penilaian orang-orang mukmin terhadap prestasi (kerja) seseorang. Semua prestasi itu pada dasarnya nanti diakhirat, akan diinformasikan dan diperlihatkan secara transparan apa adanya, baik yang tersembunyi maupun yang tampak. Singkatnya, setiap yang dikerjakan anak manusia, dipastikan akan diberikan atau dilaporkan apa adanya Surat At-Taubah 105 juga menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan. Yang paling unik dalam ayat ini adalah penegasan Allah bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar. Sebab kalau motivasi bekerja tidak benar, Allah akan membalas dengan cara memberi azab. Sebaliknya, kalau motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan.
Selain dalam al-Qur’an, hadits Nabi pun banyak yang mendorong umatnya untuk giat bekerja dan menjauhkan diri dari kemalasan, berusaha keras mendapatkan rezeki dan berkah dari Allah. Demikian pula ajaran Nabi untuk menolong dan memberi yang lemah, sehingga mewajibkan yang kuat untuk bekerja dengan giat. Untuk mengamalkan ajaran Nabi tersebut di perlukan mempunyai harta yang cukup dan juga spiritual yang memungkinkan seseorang menjauhkan dari sifat kikir.
Al-Khuli dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai cara untuk memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi saw dalam hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi saw bersabda :
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَا أَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِيَّ الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Artinya : Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib RA. : Nabi SAW. bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud AS. makan dari hasil keringatnya sendiri.

Seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energy dari badannya kemudian memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang baersumber peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah yang diberikan kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari nafkah dengan memeras tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga kalau ia makan apa yang dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna dengan cepat dan mudah oleh pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh. Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini.
Selain dari hasil kerja tangan sendiri lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidup juga hadis Nabi SAW di atas mengemukakan bahwa termasuk usaha yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah perniagaan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan. Kalau Nabi Daud a.s mencari nafkah melalui usaha bekerja dengan tangannya, dalam sejarah beliau diceritakan sebagai pandai besi, maka Nabi Muhammad SAW kita kenal dalam sejarah bahwa beliau adalah seorang pedagang. Jadi dari petunjuk hadis ini jelaslah bahwa usaha perdagangan termasuk usaha yang utama dalam pandangan agama. Bagi orang yang beriman, kaum muslimin sudah tentu Rasulullah Saw adalah teladan yang utamadan sunnah beliau adalah ikutan bagi umatnya. Menurut kalangan ulama hadis (muhadditsin) bahwa yang dikatakan sunnah diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sunnah beliau, prilaku beliau sebelum menjadi Rasul. Jadi berdasarkan pemikiran kalangan ahli hadis ini maka pekerjaan Nabi saw ketika masa muda sebagai pedagang merupakan sunnah yang patut diikuti.
Ketika Islam sangat menekankan kerja, lalu pekerjaan apakah yang paling utama? Terhadap pertanyaan itu ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa, pekerjaan yang paling utama menurut Nabi Muhammad saw adalah usaha seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.
عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى الله عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
Artinya : Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, “Apa mata pencarian yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.

Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah swt. dan tidak mau berdoa kepada-Nya. Hadist di atas tidak secara jelas mengkategorikan jenis usahanya melainkan hanya menyebutkan prinsip usaha yaitu yang dilakukan oleh tangannya sendiri dan jual beli yang bersih. Jenis usaha yang disebutkan di akhir (perdagangan yang bersih) tidak banyak menimbulkan interpretasi, karena telah jelas bahwa jual beli yang di maksud adalah jual beli yang terhindar dari kebohongan dan sumpah palsu.
Dalam hadis ini Rasulullah saw memerintahkan orang mu’min agar rakus (menyukai, mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu seseorang yang beriman haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau kesempatan yang dimiliki yang ia dapat menggunakan kesempatan itu berlalu tidak dimanfaatkan. Seorang mu’min yang baik dan bijak tentulah akan menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti berusaha mencari rezeki, harta untuk keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari posisi dan kedudukan yang layak dalam percaturan kehidupan ini, atau menunutut ilmu yang bermanfaat untuk bekal perjuangan hidup, atau menggunakan kesempatan yang ada untuk beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah swt.
3. Pandangan ulama mengenai kerja dan usaha
Al-khuli dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi menyatakan bahwa kurang kemauan membawa akibat seseorang menjadi pemalas. Sifat lemah dalam kemauan dan pemalas sangat tidak disukai Rasul. Hal ini dapat diketahui adanya do’a yang diucapkan Nabi saw dengan ungkapan :
اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اْلعَجْزِ وَاْلكَسْلِ
Artinya :Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lemah (kemauan) dan pemalas.

Ash-Shon’ani mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya yang paling halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis di atas menunjukkan bahwa usaha yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri, kemudian baru usaha perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu lebih utama. Hal ini sejalan dengan hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian para ulama tetap berbeda pendapat tentang usaha yang paling utama. Di antara tiga macam usaha yang bersifat pokok sebagaimana dikemukakan al-Mawardi yaitu pertanian, perdagangan dan industri. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa usaha yang terbaik itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih dekat kepada tawakkal. Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada manusia secara umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha pertanian termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.

jadi kesimpulan yang dapat kita ambil adalah Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan kerja dan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah swt. dan tidak mau berdoa kepada-Nya dan Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya. Islam tidak memandang pekerjaan seseorang itu, baik penghasilannya besar maupun kecil yang terpenting yaitu keinginan untuk bekerja keras. Sebaliknya, untuk orang yang kuat fisiknya dan memiliki kecerdasan dalam berpikir tetapi malas untuk bekerja, perbuatan itu sangat dicela oleh Islam, karena umat Islam memiliki kekuatan dan kedudukan yang mulia di hadapan Allah SWT.

BAHAN BACAAN


Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1987


Berten k, pengantar etika bisnis, Jakarta: Gema Insani Press, 2002


Departemen Agama RI, Al –Qur’an Dan Terjemahannya, Bandung: Syamil Cipta Media, 2005

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985

Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009

Imam Syihabuddin Ahmad Bin Muhammad al-Qasthalani, Irsyadus Syari’, Syarah Shahih al Bukhori Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1996


Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Kerja dan Ketenagakerjaan (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Jakarta: Aku Bisa, 2012


M. Dawan Raharjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta: PT. Nara Wacana, 2009


M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 2005


Misbahul Munir, Ajaran-Ajaran Ekonomi Rasulullah, Malang, UIN Malang, 2007


Muhammad Amin Suma, Tasir Ayat Ekonomi, Jakarta: Amzah 2013


Musa Asy'arie, Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: LESFI, 2008


Ninuk Muljani, Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 4, No. 2, September 2002

Sayyid Quthb, Fi Zilal-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2001


Siti Muri’ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita KarirSemarang: Rasail Media Group, 2001


Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002


W.J.S Poerwaarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003


Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema Insani Press, 1995

No comments:

Post a Comment

MU’TAZILAH

Pendahuluan Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, di masyarakat pada saat itu sudah berkembang perdebatan yang sengit dalam hal pemikiran dan...